Beranda Berita Bisakah Air Musta’mal digunakan untuk Bersuci?

Bisakah Air Musta’mal digunakan untuk Bersuci?

190
0

Selama hidup di dunia apalagi bagi seorang muslim tidak akan lepas dari air sebagai alat bersuci setiap kali hendak melakukan ibadah, tapi tahukah kita bahwa tidak semua air bisa digunakan untuk bersuci? Dalam kitab Ghoyah  wat taqrib yang telah kita kenal menerangkan bahwa air dibagi beberapa kriteria, salah satunya adalah air yang suci tapi tak mensucikan, yaitu air musta’mal dan air mutaghoyyir. Dan yang akan kita bahas disini adalah air musta’mal.

Dalam kitab fathul mu’in halaman 4  dijelaskan bahwa air musta’mal adalah air yang telah digunakan untuk 2 hal:

  1. menghilangkan hadas kecil atau besar walaupun air siasa madzhab hanafi (yang mana mereka tidak berniat ketika bersuci) dan walaupun sisa bersuci dari anak yang belum tamyiz untuk menjalanan thowaf. Ada beberapa syarat bahwa air bisa dikatakan musta’mal untuk hal yang pertama ini, yaitu
    • keadaan air kurang dari 2 qullah. Jika air telah lebih dari 2 qullah atau bahkan bila seseorang mengumpulkan air musta’mal menjadi 2 qullah maka hukum musta’malnya hilang dan bisa digunakan bersuci kembali.
    • tetesan air yang telah digunakan terpisah dari tempat hadas atau najis yang dibersihkannya, atau tidak terpisah tapi mengalir sampai ke tempat biasanya air tidak mengalir sampai sana, walau ia kembali ke tempat semula. Jadi semisal bila tetesan air yang membersihkan hadas tangan mengalir sampai pundak, atau air yang membersihkan hadas kaki mengalir melewati dengkul atau air berpindah dari tangan satu ke tangan lain maka ia musta’mal. Jika tidak melewati maka tak apa-apa.
  2. menghilangkan najis walau dima’fu.
    • Untuk hal yang kedua ini tidak ada penjabaran panjang dari Fathul Mu’in, tapi dijelaskan lebih spesifik dalam kitab Fathul Qarib (hamisy al Bajuri hal: 30) bahwa syarat air bisa berubah menjadi musta’mal setelah membasuh najis adalah: air tidak berubah sifatnya, setelah dipisah dari tempat yang dibasuh dan setelah menimbang air yang telah diserap oleh tempat yang dibasuh ternyata diketahui air tidak berubah kadar timbangannya dari sebelum pembasuhan. Dari hal yang kedua ini bisa kita ambil ibroh bahwa tidak semua air yang digunakan menghilangkan najis langsung dihukumi mutanajjis tapi masih bisa dihukumi suci (walau tidak mensucikan) bila telah menetapi syarat-syarat di atas. Sekian.

Oleh: Ihsan Maulana Hamid

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini