“Kring…Kring…!!!”, suara bel tanda istirahat pun berbunyi, siswa dan siswi berhamburan keluar kelas setelah sang ustadz menutup serta keluar dari ruang kelas. Meskipun banyak teman-temanku yang menuju kantin untuk membeli jajan atau sekedar ngobrol ngalur ngidul, aku tak tertarik dengan kegiatan mereka, karena aku mempunyai kebiasaan tersendiri ketika waktu santai ini datang yakni berdiam diri di perpustakaan madrasah. Bagiku, di sinilah tempat paling ampuh untuk menenangkan diri sekaligus menambah ilmu dan wawasan untuk bekal masa depan.
“Hey, Tia!”, teriak Santi yang menggetkanku dengan suara khasnya yang cempreng.
“Mau ke mana sih, sendirian aja?”, tanyanya sambil berlari kecil menuju ke arahku.
“Mau ke perpus, Biarin week. Lebih baik sendiri dalam taat dari pada berdua dalam maksiat”, jawabku sambil nyengir ke teman dekatku yang satu ini.
“Haha, iya sih. Aku ikut ya?”, pintanya. Akupun mengangguk, tanda setuju.
Letak perpustakaan madrasah ini ada di lantai dasar, aku harus turun dari kelasku yang ada di lantai 3 untuk menikmati ketenangan yang ada di dalamnya. Sesampainya di sana, aku dan Santi mengisi daftar pengunjung perpustakaan serta menyerahkan kartu anggota kepada penjaga perpus yang duduk di dekat pintu masuk utama.
“Tia, aku mau curhat boleh?”, tanya Santi.
“Monggo, tapi aku sambil nyari buku ya?”, jawabku.
“Iya, em… Gini Tia…”, Aku memberikan isyarat kepadanya, sebelum ia menyelesaikan kalimatnya.
“sstt… dan satu lagi, jangan keras-keras kalau bicara!”, timpalku.
“hehe, oke oke. Gini Tia, kamu pernah suka sama seseorang gk?”, tanyanya berbisik.
“Cowok? or Cewek?”
“Ya cowok lah, Tia!”
“Pernah sih, tapi itu kan wajar. Seseorang pasti pernah suka sama orang lain, apalagi lain jenis”, Jawabku sambil mencari buku terjemah kitab fiqih.
“Emangnya kegiatanmu ga terganggu, kalau punya rasa kaya gitu?”, Santi mulai penasaran, dengan semua aktivitasku yang terlihat normal walaupun mempunyai sebuah rasa yang dianggap mengganggu bagi sebagian orang.
“Iya kalau terlalu sering dipikir sih bisa mengganggu, maka dari itu kalau kamu suka seseorang jangan terlalu, biasa ajalah, perbanyak aktivitas biar ga nganggur. Semakin sering kamu nganggur semakin banyak pikiran aneh yang bergentayangan dipikiranmu”, ocehku panjang lebar hingga kegiatanku mencari buku terhenti sejenak.
“Ingat, jika kamu memikirkan dia, belum tentu dia juga memikirkanmu. Toh jodoh itu di tangan Allah”, ucapku mengakhiri kultum singkat, lalu melanjutkan pencarian buku yang terhenti.
Mendengar penjelasan dariku, Santi terbengong beberapa saat, mencoba mencerna kata-kata yang agak sulit masuk ke dalam otaknya, namun harus ia pahami karena sangat berarti bagi dirinya di masa depan.
Sampai akhirnya aku menemukan buku yang aku cari, namun rasa bahagia itu tak berlangsung lama, karena bunyi bel masuk kelas sudah berdering. Maka aku putuskan untuk meminjam buku tersebut dan membacanya di rumah.
“Yuk, balik Santi!”, ajakku. Sepertinya dia sudah mulai paham dengan apa yang keluar dari lisanku tadi.
“Siap, makasih ya Tia! Aku sudah paham, apa yang harus aku lakukan selanjutnya”, ujarnya bersemangat.
“Oke, semangat kawan!”, kami pun berjalan menuju kelas bersama-sama.