Sensor yang paling berbahaya atas karya para pengarang kreatif adalah rendahnya minat baca dalam masyarakat kita. Di satu sisi, anak-anak dan remaja dihimbau untuk meningkatkan kemampuan dan kemauan membaca,tetapi di sisi lain mereka juga disuguhi berbagai sarana hiburan yang menjadikan mereka lupa akan manfaat dan kegunaan membaca bagi kehidupan mereka. Contoh yang sangat gamblang yakni ketika kita berniat untuk browsing dengan alasan untuk menambah referensi tugas. Namun ketika itu, apa yang terjadi? Kita tergiur dengan membuka akun-akun cahting, seperti facebook,twitter, dan lain-lain. Walau niat awal ingin mengerjakan tugas, namun ketika muncul beberapa teman di kotak obrol, pasti tanpa sadar kita melakukan “tegur sapa” yang sebenarnya juga mengahabiskan waktu. Lalu, bagaimana dengan hasil browsing yang mau kita baca dan untuk menyelesaikan tugas??
Keprihatinan akan rendahnya minat baca di kalangan remaja ini justru merupakan sensor yang paling ketat terhadap budaya menulis. Karena, apalah artinya penulis juka tak ada yang akan membaca bukunya? Dalam artian, proses sosialisasi ilmu pengetahuan harus berjalan melalui budaya baca-tulis itu, karena memang itulah cara transformasi pengetahuan yang paling dahsyat dan menyentuh berbagai khalayak.
Kaum muslim-misalnya- mengenal Al- Qur’an dan Hadits juga melalui tulisan, yakni melalui mushaf yang tertulis, dan melalui kitab-kitab hadits.
Secara tidak langsung keengganan untuk membaca merupakan sensor yang sangat efektif. Kita tidak bisa berharap banyak dari generasi yang enggan membaca. Baik membaca dalam artian “membaca tulisan” maupun “membaca alam” yang juga merupakan tanda-tanda kekuasaan Allah, karena ayat-ayat Allah bukan hanya yang tertulis di kitab suci saja (qauliy), namun juga ada ayat-ayat yang tercipta dalam bentuk alam dan seluruh isinya ini, termasuk diri kita (ayat kauniyyah). Kedua ayat ini memiliki hubungan timbal-balik dan saling melengkapi: kita tidak bisa belajar hanya melalui teks tertulis tanpa menghiraukan segala yang terjadi dalam kehidupan nyata. Begitupun sebaliknya, kita pun tidak mungkin memahami realitas kehidupan nyata itu secara keseluruhan dan komprehensif. Dan karenanya, ayat-ayat tertulis setidaknya dapat membantu kita untuk lebih menyadari bahwa tidak ada manusia sempurna yang dapat mengetahui semuanya. Karena kesempurnaan, hanyalah milik Allah.