و (و فرائضه أربعة أشياء) أحدها (النية) وفي بعض النسخ أربع خصال نية الفرض، فإن نوى المتيمم الفرض أو النفل استباحهما، أو الفرض فقط استباح معه النفل وصلاة الجنازة أيضاً أو النفل فقط لم يستبح معه الفرض، وكذا لو نوى الصلاة ويجب قرن نية التيمم بنقل التراب للوجه واليدين، واستدامة هذه النية إلى مسح شيء من الوجه. ولو أحدث بعد نقل التراب، لم يمسح بذلك التراب بل ينقل غيره (و) الثاني والثالث (مسح الوجه ومسح اليدين مع المرفقين) وفي بعض نسخ المتن إلى المرفقين، ويكون مسحهما بضربتين، ولو وضع يده على تراب ناعم، فعلق بها تراب من غير ضرب كفى (و) الرابع (الترتيب) فيجب تقديم مسح الوجه على مسح اليدين سواء تيمم عن حدث أصغر أو أكبر، ولو ترك الترتيب لم يصح، وأما أخذ التراب للوجه واليدين فلا يشترط فيه ترتيب، فلو ضرب بيديه دفعة على تراب، ومسح بيمينه وجهه وبيساره يمينه جاز (وسننه) أي التيمم (ثلاثة أشياء) وفي بعض نسخ المتن ثلاث خصال (التسمية وتقديم اليمنى) من اليدين (على اليسرى) منهما وتقديم أعلى الوجه على أسفله (والموالاة) وسبق معناها في الوضوء وبقي للتيمم سنن أخرى مذكورة في المطولات منها نزع المتيمم خاتمه في الضربة الأولى، أما الثانية فيجب نزع الخاتم فيها (والذي يبطل التيمم ثلاثة أشياء) أحدها كل (ما أبطل الوضوء) (وسبق بيانه في أسباب) الحدث فمتى كان متيمماً ثم أحدث بطل تيممه (و) الثاني (رؤية الماء) وفي بعض نسخ المتن وجود الماء (في غير وقت الصلاة) فمن تيمم لفقد الماء ثم رأى الماء أو توهمه قبل دخوله في الصلاة بطل تيممه، فإن رآه بعد دخوله فيها، وكانت الصلاة مما لا يسقط فرضها بالتيمم كصلاة مقيم، بطلت في الحال، أو مما يسقط فرضها بالتيمم كصلاة مسافر، فلا تبطل فرضاً كانت الصلاة أو نفلاً، وإن كان تيمم الشخص لمرض، ونحوه ثم رأى الماء، فلا أثر لرؤيته بل تيممه باق بحاله. (و) الثالث (الردة) وهي قطع الإسلام وإذا امتنع شرعاً استعمال الماء في عضو، فإن لم يكن عليه ساتر وجب عليه التيمم وغسل الصحيح، ولا ترتيب بينهما للجنب، أما المحدث فإنما يتيمم وقت دخول غسل العضو العليل، فإن كان على العضو ساتر فحكمه مذكور في قول المصنف. (وصاحب الجبائر) جمع جبيرة بفتح الجيم وهي أخشاب أو قصب تسوى وتشد على موضع الكسر ليلتحم (يمسح عليها) بالماء إن لم يمكنه نزعها لخوف ضرر مما سبق (ويتيمم) صاحب الجبائر في وجهه ويديه كما سبق (ويصلي ولا إعادة عليه إن كان وضعها) أي الجبائر (على طهر) وكانت في غير أعضاء التيمم وإلا أعادوا هذا ما قاله النووي في الروضة. لكنه قال في المجموع: إن إطلاق الجمهور يقتضي عدم الفرق، أي بين أعضاء التيمم وغيرها، ويشترط في الجبيرة أن لا تأخذ من الصحيح إلا ما لا بد منه للاستمساك واللصوق والعصابة، والمرهم ونحوها على الجرح كالجبيرة (ويتيمم لكل فريضة) أو منذورة فلا يجمع بين صلاتي فرض بتيمم واحد، ولا بين طوافين ولا بين صلاة وطواف، ولا بين جمعة وخطبتها، وللمرأة إذا تيممت لتميكن الحليل أن تفعله مراراً وتجمع بينه وبين الصلاة بذلك التيمم وقوله (ويصلي بتيمم واحد ما شاء من النوافل) ساقط من بعض النسخ.
(PASAL)
Fardhu Tayamum ada empat (4) perkara
- Niat, jika seorang yang tayamum berniat untuk memperbolehkan melakukan perbuatan fardhu dan sunah, maka dia boleh melakukan keduanya, atau niat untuk fardhu saja, maka ia boleh melakukan fardhu beserta kesunahan dan sholat jenazah, atau niat sunah saja maka dia hanya boleh melakukan sunah tidak boleh melakukan fardhu. Sebagaimana hal tadi juga berlaku jika seseorang niat melakukan sholat (antara sholat wajib dan sholat sunah). Wajib membarengkan niat tayamum pada saat memindah debu untuk mengusap wajah dan kedua tangan, dan melanggengkan niat ini sampai mengusap bagian dari wajah. Jika orang yang tayamum berhadats setelah memindah debu, maka dia tidak boleh mengusap dengan debu tersebut, akan tetapi memindah dengan debu yang lain.
- dan nomer (3) adalah mengusap wajah dan mengusap kedua tangan beserta dua siku. Dan usapannya dengan dua kali pukulan. Jika orang yang tayamum menaruh tangannya pada debu yang halus, kemudian ada debu yang tanpa disentuh ikut menempel sebab debu halus tadi maka debu tersebut sudah mencukupi.
- Tertib, maka wajib mendahulukan mengusap wajah atas mengusap kedua tangan baik tayamum untuk hadats kecil ataupun hadats besar. Apabila orang yang tayamum meninggalkan tertib, maka tayamumnya tidak sah. Adapun mengambil debu untuk mengusap wajah dan kedua tangan maka tidak disyaratkan tertib, jika orang yang tayamum mengambil debu dengan kedua tangannya sekali pukulan (sentuhan) kemudian mengusap wajah dengan tangan kanannya dan mengusap tangan kanan dengan tangan kirinya maka hal tersebut diperbolehkan.
Dan Kesunahan tayamum ada tiga
- Membaca Bismillah
- Mendahulukan tangan kanan dari pada tangan kiri, begitu pula mendahulukan wajah bagian atas dari pada wajah bagian bawah.
- Muwalah, dan maknanya telah diterankan pada pembahasan wudhu. Dan masih ada kesunhan tayamum lagi yang diterangkan pada kita Muthowalat (kitab yang lebih banyak penjelasannya) diantaranya orang yang tayamum sunah melepas cincinnya pada saat pukulan (sentuhan pada debu) yang pertama, adapun pada pukulan yang kedua maka wajib melepas cincin tersebut.
Perkara yang membatalkan tayamum ada tiga:
- Semua Perkara yang membatalkan wudzu. Dan telah lewat penjelasan tersebut pada pasal yang menjelaskan sebab-sebab hadats. Maka ketika orang yang tayamum hadats maka batal tayamumnya.
- Melihat air dan sebagian naskah kitab menggunakn kata (menemukan air) sebelum salat. Barang siapa melakukan tayamum karena tidak air, kemudian dia melihat air atau mempunyai perasangka adanya air sebelum dia masuk pada sholat, maka batal tayamumnya. Dan ketika orang tersebut melihat air sudah masuk pada sholat dan sholatnya tidak gugur kewajibannya sebab tayamum seperti sholat orang yang muqim, maka sholatnya batal seketika itu.atau termasuk sholat yang gugur sebab tayamum, seperti sholatnya musafir maka sholatnya tidak batal, baik sholat fardhu ataupun sholat sunah. Dan jika tayamumnya seseorang sebab sakit dan sejenisnya, kemudian dia melihat air, maka penglihatan air tersebut tidak ada pengaruhnya bahkan tayamumnya tetap pada keadaanya.
- Murtad (keluar dari islam).
Ketika seseorang tercegah tercegah menggunakan air pada anggota wudhunya secara syara’, jika tidak ada penutup, maka wajib bagi orang tersebut melakukan tayamum dan membasuh anggota wudhu yang sehat, dan tidak perlu tertib diantara keduanya bagi orang yang junub. Adapun orang yang hadats maka dia melakukan tayamum ketika memasuki waktu membasuh anggota wudhu yang sakit, jika pada anggota tubuh yang sakit tersebut teradapat penutup, maka hukumnya akan diterangkan oleh ucapan Mushonif. Orang yang memiliki beberapa perban mengusap pada perbannya dengan air jika tidak memungkinkan untuk melepasnya karena adanya rasa khuwatir akan bahaya. Perban (jaba’ir) ialah jamak dari lafadz (jabiroh dengan fathah huruf jimnya) adalah kayu atau bambu yang diratakan dan direkatkan pada anggota tubuh yang patah supaya menjadi rekat. Dan orang yang memiliki perban melakukan tayamum pada wajah dan kedua tangannya sebagaimana keterangan (masalah tayamum) yang telah lewat dan tidak perlu melakukan sholat i’adah jika pada saat menaruh perbannya dalam keadaan suci dan perbannya tidak berada pada anggota tayamum, jika tidak (tidak dalam keadaan suci dan perbannya pada anggota tayamum, maka dia harus mengulangi sholatnya (melakukan sholat i’adah). Hal ini ialah pendapat Imam Nawawi pada kitab ar-Roudhoh, akan tetapi Beliau berkata didalam kitab al-Majmu’, “sesunnguhnya kemutlakan yang diutarakan oleh Jumhur Fuqoha’ itu memberi keputusan bahwa tidak ada perbedaan antara anggota tayamum dan anggota selain tayamum. Disyaratkan dalam permasalahan perban tadi yaitu perban tersebut tidak sampai mengenai/ melewati batas dari anggota yang sehat kecuali pada anggota yang terkena untuk merekatkan. Kain, plester dan salep dan sejenisnya yang berada pada luka hukumnya sama dengan perban. Orang yang tayamum melakukan tayamum pada setiap sholat fardhu dan sholat yang dinadzari, maka dia tidak boleh mengumpulkan dua sholat fardhu dengan satu tayamum, tidak boleh juga mengumpulkan antara dua tawaf fardhu, tidak juga antara sholat fardhu dan thawaf fardhu dan juga tidak boleh mengumpulkan antara sholat jum’at dan khutbahnya dengan satu tayamum. Bagi perempuan yang melakukan tayamum untuk memungkinkan agar boleh dijimak, maka dia boleh melakukan jimak tersebut beberapa kali dan boleh mengumpulkannya beserta sholat dengan satu tayamum. Ucapan Mushonif (orang yang melakukan tayamum boleh melakukan sholat sunah sesuai keinginannya) itu gugur pada sebagian naskah kitab matan yang lain.
PERTANYAAN DARI FAN NAHWU DAN SHOROF
- Pertanyaan
Kenapa lafadz لم يصح dibaca لَمْ يَصِحَّ (lam yashihha) bukan (lam yashih) ?
- Jawaban
Lafadz itu adalah fi’il mudhorik bina’ mudho’af dengan lafadz يَصِحُّ kemudian kemasukan amil jazm lam (لَمْ) sedangkan asalnya adalah لَمْ يَصْحِحْ kemudian harakat ha’ yang pertama dipindah pada huruf sebelumnya yaitu huruf shod karena syarat untuk bisa di idhghomkan, maka menjadi لَمْ يَصِحْحْ , kemudian bertemulah dua sukun maka dari itu, huruf ha’ yang kedua kemudian diberi harakat untuk mencegah berkumpulnya dua sukun, adakalanya dengan kasrah karena huruf sukun ketika diharakati adalah dengan kasrah, atau adakalanya dengan fathah karena fathah merupakan harakat yang paling ringan maka menjadi لَمْ يَصِحْحِ/ لَمْ يَصِحْحَ/ kemudian huruf ha’yang pertama di idhghomkan pada huruf ha’ yang kedua maka menjadi لَمْ يَصِحِّ/ لَمْ يَصِحَّ
Marji’ dan Ibarat
إعلال الصرف (ص 8) مكتبة محمد بن أحمد نبهان وأولاده
- Pertanyaan
Lafadz غير , apakah termasuk isim nakiroh atau makrifat?
- Jawaban
Termasuk isim Nakiroh
Marji’ dan Ibarat
جامع الدروس العربية (ص 182) دار الكتب العلمية
PERTANYAAN DARI FAN FIQIH
- Pertanyaan:
Orang yang junub yang telah melakukan tayamum kemudian melakukan perbauatan yang menimbulkan hadats kecil, apakah tayamumnya batal ?
- Jawaban
Tidak batal tayamumnya dengan nisbat pada hadats besar. Dan dihukmi batal dengan nisbat pada hadats kecil. Dalam artian, haram baginya untuk melakukan hal-hal yang diharamkan ketika mempunyai hadats akan tetapi tidak haram baginya melakukan hal-hal yang dilarang bagi orang junub (disebabkan yang batal hanya tayamum yang untuk wudhunya bukan pengganti mandinya). Maka haram baginya melakukan sholat, thowaf, smenyentuh al-qur’an, membawa al-qur’an, tidak berlaku untuk membaca al-qur’an dan berdiam (al-muktsu) dimasjid.
arji’ dan Ibarat
فتح القريب المجيب ص 18
حاشية الباجوري (ج 1 / ص 95) الحرمين
Pertanyaan:
Apakah boleh melakukan tayamum jika ada orang yang patah tulang yang telah di GIB sehingga anggota wajibnya ada yang tertutupi, kemudian diberi rekomendasi oleh Dokter bahwa dia boleh melakukan wudhu, apakah boleh baginya melakukan tayamum/ boleh wudhu sebagaimana shohibul jaba’ir dan apakah sholatnya nanti perlu i’adah?
- Jawaban
Diperbolehkan melakukan wudhu sebagaimana orang yang memilki perban, walaupun rekomendasi Dokter seperti diatas, karena GIB tujannya agar anggota tubuh yang ditutupi tidak bergerak supaya lebih cepat proses penyembuhannya. Jika ketika sebelum di beri GIB dia dalam keadaan suci, dan anggota wajib yang tertutupi sebatas tempat yang patah tulang dan tempat untuk merekatkan GIB tersebut maka sholatnya tidak perlu i’adah.
Marji’ dan Ibarat
فتح القريب المجيب لابن قاسم الغزي ص 19)
- Pertanyaan:
Bagaimana penjelasan tentang lafadz فإن نوى المتيمم الفرض أو النفل استباحهما، أو الفرض فقط استباح معه النفل وصلاة الجنازة أيضاً أو النفل فقط لم يستبح معه الفرض، ?
- Jawaban
jika seorang yang tayamum berniat untuk memperbolehkan melakukan perbuatan fardhu dan sunah, maka dia boleh melakukan keduanya, sebagaimana ketika melakukan sholat fardhu beserta sholat sunah atau thowaf fardhu beserta thowaf sunah. Atau niat untuk fardhu saja, maka ia boleh melakukan fardhu beserta kesunahan dan sholat jenazah. Dikarenakan hukum sunah mengikuti (tabi’) pada yang fardhu, sedangkan sholat jenazah disamakan dengan sunah. Atau niat sunah saja maka dia hanya boleh melakukan sunah tidak boleh melakukan fardhu. Sehingga kesimpulannya ada tingkatan dalam pembahasan diatas, yaitu tingkatan yang pertama sholat fardhu walaupun sholat nadzar, thowaf wajib dan khutbah jum’at, kedua sholat sunah, thowaf sunah dan sholat jenazah, dan yang ketiga yaitu ibadah selain hal tersebut.
Marji’ dan Ibarat
حاشية الباجوري (ج 1 / ص 92) الحرمين
- Pertanyaan:
Bagaimana maksud dari lafadz وتجمع بينه وبين الصلاة بذلك التيمم?
- Jawaban
Secara dhohir pemahamnnya, bahwa perempuan yang tayamum dengan niat tayamum untuk memperbolehkan disetubuhi suami itu bisa dikumpukan dengan sholat dengan niat tersebut, akan tetapi tidak seperti itu, karena ketika dia melakukan tayamum dengan niat tadi maka dia tidak boleh melakukan sholat sunah dengan tayam tadi apalagi untuk melakukan sholat fardhu, maka dari itu pemahamnnya harusnya seperti ini, jika permpuan tadi melakukan tayamum untuk melakukan sholat, maka dia boleh mengumpulkan antara melakukan sholat dan tamkinul halil (memungkinkan untuk disetubuhi suami) dengan tayamum tersebut.