Siapa yang tidak asing dengan sosok imam al-Ghazaly? Beliau bernama lengkap Hujjatul Islam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad al-Ghazaly at-Thusi. Beliau dilahirkan di kota Thus daerah Khurasan pada tahun 450 H. Ia lebih populer dengan nama al-Ghazaly sebab ayahnya bekerja sebagai pemintal tenun wol atau juga kerena ia berasal dari desa Ghazalah.
Ketika menjelang wafat, para muridnya meminta wasiat kepadanya. Beliau pun berkata:
“عليك بالإخلاص” )Pegang teguhlah keikhlasan(.
Beliau terus mengulangi kalimat itu, hingga tiba ajalnya.[1] Imam al-Ghazaly wafat tepat pada hari senin tanggal 14 Jumadil Akhir tahun 505 H di Thus.
Beliau meninggalkan karya tulis begitu banyak. Menurut al-Hafidz al-Zabidi, komentator Ihya’ Ulumiddin, jumlah karya imam al-Ghazaly sekitar 80 judul, baik dalam bentuk kitab besar maupun dalam bentuk risalah kecil. Dari sekian banyak karya beliau, yang lebih menggambarkan corak intelektual dan sosok kepribadian al-Ghzaly dalam teologi, filsafat dan tasawwuf adalah al-Munqidz min ad-Dhalal (Penyelamat dari kesesatan), Tahafut al-Falasifah (runtuhnya para Filosof), dan yang paling monumental adalah Ihya’ Ulumiddin (menghidupkan ilmu-ilmu agama). Semoga Allah merahmatinya. Wallahu a’lam.
[1] Lihat kitab Minhajul Muta’allim, hal. 20